Keteguhan Slamet Wuryadi dalam menjaga nasionalismenya
kepada Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata. Tawaran ratusan juta rupiah
dari perusahaan Malaysia dan kerja sama dari sejumlah negara tak membuatnya
gelap mata.
Peternak ayam puyuh di Jalan Pelabuhan, Cikembar, Sukabumi,
Jawa Barat ini kukuh dengan pendiriannya untuk memajukan usaha unggas dalam
negeri.
Bagi Slamet, ayam puyuh dan membagi ilmu kepada anak bangsa
adalah bagian dari hidup. Kedua aspek itu bukan lagi sekadar untuk mencari
nafkah, melainkan sudah tanggung jawab dirinya kepada sesama dan pengabdian
kepada Tanah Air.
“Saya pernah ditawari perusahaan asal Malaysia untuk berikan
ilmu puyuh. Waktu datang diberangkatkan dengan pesawat mewah yang isinya 12 penumpang
itu. Ditawari gaji Rp 350 juta, saya tolak. Ditambah Rp 50 juta lagi, saya
tolak. Karena darah saya merah, dan tulang saya putih untuk NKRI,” kata Slamet
saat ditemui di lokasi peternakannya, Rabu (13/3).
Bukan hanya itu. Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan
Swadaya (P4S) Sub 1 Cikembar ini juga menolak mengekspor hasil ternaknya ke
luar negeri.
Padahal sejumlah negara dari Eropa dan Timur Tengah sudah
memesan kepadanya. Pria yang sangat ramah itu hanya mengisi kebutuhan dalam
negeri.
“Indonesia saja masih banyak kekurangan. Lebih dari seratus
juta ton yang kosong untuk kebutuhan ayam dan telur puyuh,” kata dia.
Ternak Puyuh Bukan Sekadar Bisnis
Bagi Slamet, ternak ayam puyuh bukan sekadar bisnis. Tak
pernah dia memikirkan untuk meningkatkan omzet. Bahkan Slamet sudah lupa berapa
omzet yang dihasilkannya selama beternak di belakang rumahnya itu.
Dia sudah memasuki tahap memberikan ilmu dan tenaganya untuk
rakyat Indonesia. Slamet pun rela jika putra-putri dalam negeri mencuri ilmunya
dan mengembangkannya di Indonesia.
“Saya mengajak kepada teman-teman yang masih nganggur, saya
akan edukasi mereka. Saya akan jadikan tenaga terampil. Yang mau datang,
insyaallah free (gratis). Tempat tinggal dan makan, kami jamin,” tutur Slamet
sambil tersenyum.
Slamet menyayangkan anak muda tidak memanfaatkan pasar ayam
puyuh. Sebab, kebutuhan sangat besar, sementara peternaknya sedikit. Dan
kebutuhan akan ayam puyuh juga diminati oleh luar negeri.
Ayam puyuh sangat bernilai ekonomis mulai dari daging, telur
dan kotorannya. Daging ayam puyuh, berdasarkan hasil laboratorium yang
diajukannya, sangat rendah lemak dan kalori. Begitu juga dengan telur puyuh.
“Jadi kalau selama ini ada hasil lab yang menyebut daging
puyuh itu kolestrol tinggi, itu tidak benar,” kata Slamet.
Jika dihitung secara ekonomis dan nilai gizi, tiga butir
telur puyuh seharga Rp 900 sama dengan nilai protein sebutir telur ayam kampung
seharga Rp 2.500.
Artinya konsumen juga bisa menikmati keuntungan tersendiri
dengan mengonsumsi telur puyuh dibanding telur ayam.
Sementara dari aspek bisnis, budidaya ternak burung puyuh
mulai dari pembibitan, telur, daging, hingga kotoran hewan memiliki nilai
ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan metrik yang disusunnya, pendapatan rata-rata
produksi telur puyuh sehari berkisar 75-80 persen per hari. Dengan produksi
harian sekitar 800 butir per hari dengan margin Rp 300, peternak dapat
menghasilkan omzet Rp 240 ribu per hari.
Terlebih saat ini, kata dia, burung puyuh mampu dipelihara
hingga 18 bulan lamanya. Dia menambahkan, dengan nilai investasi sebanyak Rp
2.250.000 berupa 750 ekor indukan puyuh, dalam waktu 18 bulan para peternak
dapat meraup omzet sekitar Rp 22.056.000.
BACA HALAMAN SELANJUTNYA
Loading...
Loading...
Demi Negara Indonesia, Slamet Tolak Tawaran Ratusan Juta dari Malaysia
4/
5
Oleh
Admin